Kamis, Desember 31, 2009

Beda disiplin dan hukuman dalam mendidik anak (bag. 2)

(tribute to Mr. Ariesandi Setyono)

Disiplin positif berarti bekerja dengan komunikasi yang baik, mendengarkan anak, mangamati anak dan menetapkan batasan yang jelas terhadap perilaku anak. Saat membangun sebuah komunikasi perhatikan tipe kepribadian dan bahasa cinta anak agar terhindar dari masalah yang lebih rumit karena pemaknaan yang kurang pas dari pihak anak. Materi detai tentang tipe kepribadian anak dan bahasa cinta bisa Anda pelajari dalam Parents Club Multimedia Course.
Inilah rencana tindakan umum yang bisa kita lakukan untuk membangun suatu situasi kondusif bagi terlaksananya disiplin positif :

1. Sosialisasi tindakan
• Sejak dini sosialisasikan apa yang hendak tuju ketika anak-anak itu bertumbuh dan berkembang. Hal ini tergantung dari persepsi yang dimiliki orangtua tentang berbagai aspek kehidupan. Secara bertahap sesuai dengan perkembangan mereka ajarkan kebaikan, pentingnya
menghargai kebutuhan dan pendapat orang lain serta kasih sayang. Jangan menetapkan sesuatu tanpa sosialisasi terlebih dahulu karena akan mengagetkan anak.



2. Penetapan batas
• Kunci penting di sini adalah keberanian dan kesadaran diri orangtua. Ingatlah bahwa semua anak itu menguji batasan yang ditetapkan untuk dirinya, terutama pada anak yang masih kecil (ini mungkin terdengar agak menjengkelkan Anda, tapi itulah anak-anak). Hal itu menjadi bagian dari proses perkembangan mereka.
• Tips yang bisa berguna untuk Anda kembangkan adalah :
- Batasan yang ditetapkan harus adil
- Aturan yang dibuat harus beralasan dan sesuai dengan kemampuan anak - Perintah yang diberikan harus jelas, positif dan tegas.

Perintah tidak jelas contohnya, “Mama mau kamu bersikap baik!”. Bagi seorang anak usia 6 tahun pun ini masih membingungkan. Ia tidak tahu maksud dari “baik” itu apa. Kata ini sangat relatif. Anda harus menjelaskan poin- poin yang Anda maksud dengan kata “baik”. Apakah yang Anda maksud meletakkan kembali mainan yang telah selesai digunakan atau mengucapkan terima kasih setiap menerima pemberian atau permisi jika hendak lewat di depan orang yang lebih tua atau apa lagi …. ? Hal ini juga berlaku terhadap kata “sopan”. Seringkali orangtua mengatakan pada anaknya “Kamu harus sopan, Nak!” tanpa dibarengi dengan penjelasan dan batasan tentang kesopanan.

3. Beri kesempatan mereka mengalami akibat alami dari perbuatannya
• Ijinkan mereka menanggung akibat dari perilakunya jika mereka mencoba melanggarnya. Mereka akan belajar dari pengalaman buruknya. Yang penting setelah mereka mengalami akibatnya jangan diolok-olok. Olokan semacam, “Nah, rasakan sendiri akibatnya kalau tidak mau menurut Papa/Mama!”, malah akan menimbulkan kesedihan mendalam dan bahkan luka batin dalam diri anak kita. Cukup katakan,” Mama / papa ikut sedih kamu mengalami hal ini. Apa yang bisa kamu pelajari dari hal ini agar lain kali kamu bisa lebih baik lagi? Bagaimana Mama/ Papa membantumu agar lain kali tidak terulang lagi?”, setelah itu jika perlu peluklah dirinya untuk membuatnya tetap merasa aman dan diterima apa adanya.

4. Penghargaan
• Dekapan dan ciuman selalu merupakan sebuah penghargaan besar bagi seorang anak. Penghargaan berupa hadiah secara perlahan perlu Anda gantikan dengan perhatian positif saat perilakunya mengalami kemajuan. Kita harus waspada terhadap situasi ketika anak-anak hanya akan melakukan sesuatu demi mendapatkan penghargaan. Untuk hal ini Andalah yang tahu batasannya berdasarkan kepekaan yang Anda kembangkan sendiri.

5. Otoritas
• Tegakkan otoritas Anda sebagai orangtua pada saat yang tepat. Gunakan bahasa tubuh dan intonasi suara yang tepat pada saat yang tepat pula untuk menunjukkan bahwa Anda serius dengan ucapan Anda. Ingatlah selalu “seorang anak senantiasa menguji batasan terhadap dirinya dengan perilakunya”


Note : Artikel ini ditulis oleh Bapak Ariesandi Setyono dan dibagikan di forum pendidikan se-edu-id@solex-un.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar